Tabel 5.1 Hasil
Pengamatan Uji Aktivitas Kultur Yogurt
Starter
|
Kekentalan
|
pH
|
Kadar
asam laktat %
|
||||||
0 jam
|
0,5
jam
|
1 jam
|
0 jam
|
0,5
jam
|
1 jam
|
0 jam
|
0,5
jam
|
1 jam
|
|
LB
|
+
|
+
|
++
|
7
|
6
|
7
|
0,027
|
0,021
|
0,027
|
ST
|
+
|
+
|
++
|
6
|
7
|
7
|
0,045
|
0,045
|
0,027
|
LB dan
ST
|
+
|
+
|
+
|
6
|
7
|
7
|
0,027
|
0,018
|
0,032
|
Sumber: Laporan
Sementara
Keterangan :
+ : Tidak kental
++ : Cukup kental
+++ : Kental
Praktikum
acara V Uji Aktivitas Starter dalam Fermentasi Makanan, dalam uji aktifitas
kultur yoghurt bertujuan untuk mengetahui aktivitas starter yoghurt dalam
fermentasi. Prinsip dari praktikum dalam uji aktivitas kultur yoghurt adalah 50
ml susu pasteurisasi dimasukan dalam erlenmeyer selanjutnya susu di panaskan
sampai suhu 37oC. Setelah suhu telah mencapai 37oC dibuat
pengamatan dari 0 jam, 0,5 jam, dan 1 jam. Susu Pasteurisasi ditambah 4%
starter yougurt (Lactobaccilus
bulgarius saja, Strepcoccus saja, campuran Lactobaccilus
dan Strepcoccus). Kemudian diinkubasi
pada suhu 45oC selama 1 jam. Setiap 30 menit mulai awal diamati pH,
kekentalan dan kadar asam laktat. Yogurt adalah produk yang diperoleh
dari susu yang telah dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan bakteri sampai
diperoleh bau dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang
diizinkan (Pusat Standarisasi Industri, 1992). Yogurt adalah koagulum susu yang
dihasilkan oleh fermentasi asam laktat yang merupakan aktivitas kultur starter
yogurt dari Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dengan
perbandingan 1:1 (Orihara et al., 1992; Jay et al., 2005).
Bakteri kokus tumbuh lebih cepat daripada bakteri yang berbentuk batang yang
sekaligus merupakan produsen asam tertinggi, sedangkan bakteri yang berbentuk
batang menghasilkan flavor dan aroma. Pertumbuhan asosiasi dari dua
mikroorganisme tersebut menghasilkan produksi asam laktat yang lebih banyak
dibandingkan jika diproduksi oleh masing-masing mikroorganisme secara tunggal.
Selain itu asetaldehid lebih banyak diproduksi oleh Lactobacillus bulgaricus
jika tumbuh berasosiasi dengan Streptococcus thermophilus (Jay et
al., 2005).
Starter yogurt
adalah biang yogurt yang mengandung dua strain bakteri yang sedang tumbuh dan
berkembang biak. Kultur starter memegang peranan penting dalam pembuatan yogurt
karena akan mempengaruhi flavor serta tekstur yogurt. Menurut Helferich dan
Westhoff (1980), yogurt yang menggunakan kultur starter campuran dari beberapa
bakteri asam laktat akan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik
dibandingkan dengan bentuk kultur tunggal. Kultur starter yang umumnya
digunakan dalam pembuatan yogurt merupakan kultur campuran dari ST dan
LB.
Dari hasil praktikum acara V uji aktivitas kultur yogurt pada
pengamatan kekentalan dengan starter Lactobacillus
bulgaricus pada jam ke-0
kenampakannya adalah tidak kental, setelah
0,5 jam kenampakkanya tetap tidak kental, dan setelah 1 jam kenampakkanya cukup
kental. Sedangkan pada uji aktivitas kultur yoghurt dengan starter Streptococcus
thermophilus pada jam ke-0
kenampakkanya tidak kental, setelah 0,5 jam kenampakanya tetap tidak kental,
sedangkan setelah 1 jam kenapakkanya menjadi cukup kental. Untuk Starter Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus pada jam ke-0
kenapakkanya tidak kental, setelah 0,5 jam kenampakkanya tidak kental dan
setelah 1 jam kenampakkanya tetap tidak kental. Pada
pengamatan kekentalan pada uji aktivitas starter ini semakin lama tingkat
kekentalannya akan semakin tinggi jika waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi
semakin lama pula. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas starter yang semakin meningkat pula (Anonim,
2012). Dari data
hasil pengamatan tersebut untuk starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus jika dibandingkan dengan teori belum sesuai atau
menyimpang. Hasil pengamatan menunjukan tingkat kekentalan tidak berubah dari
menit ke-0 sampai 1 jam kemudian. Hal ini bisa
disebabkan karena ketidaktelitian praktikan dalam melakukan uji
aktivitas kultur yoghurt.
Pada pengamatan untuk pengukuran pH dengan menggunakan kertas pH
didapatkan hasil data untuk starter Lactobacillus
bulgaricus pada jam ke-0
7, setelah 0,5 jam terjadi penurunan yaitu menjadi 6, dan setelah 1 jam
kembali lagi menjadi 7. Untuk starter Streptococcus thermophilus pada
jam ke-0 pH yang didapatkan 6, setelah 0,5 jam meningkat menjadi 7, dan setelah
1 jam pH tetap 7. Pada starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus pada jam
ke-0 menunjukan pH sebesar 6, setelah 0,5 jam menunjukan pH sebesar 7 dan
setelah 1 jam menunjukan pH sebesar 7. Dari
hasil tersebut kisaran pH yang didapatkan sekitar 6-7. Hal ini tidak sesuai
dengan teori, nilai pH dari penelitian Sitrait (1993) dan Cahyadi et al. (1994/1995) adalah 4,36-4,8
ternyata nilai pHnya sedikit lebih rendah dibandingkan penelitian ini (6-7). Pendapat
Sitrait sesuai dengan pendapat Kosikowski (1977), bahwa produk fermentasi
dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam membentuk asam laktat yang ditentukan
oleh jumlah dan jenis starter yang digunakan. Ditambahkan pula bahwa untuk
simbiosis bakteri Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus
delbrueckii subsp. bulgaricus akan menghasilkan pH yang lebih rendah dan
keasaman setara asam laktat yang lebih
tinggi daripada cultur tunggal. Porter (1975), menyatakan bahwa penggumpalan
pada susu fermentasi dapat terjadi akibat tercapainya titik isoelektrik pada pH
4,6; saat casein berubah strukturnya menjadi gel. Pendapat ini mendukung adanya
kenyataan bahwa tekstur susu fermentasi yogurt dan adalah menggumpal, karena
mendekati titik isoelektrik. Secara umum, pH susu fermentasi pada penelitian
adalah berkisar 4,7 hingga 5,9. Jadi antara teori dengan data praktikum yang
didapat tidak sama hal ini disebabkan oleh faktor ketidak telitian praktikan
dalam praktikum, alat yang digunakan tidak steril. Dan
dari hasil pengamatan uji aktivitas kultur yogurt yang ada pada semua starter yang digunakan mengalami kenaikan pH
menjadi 7. Hal ini menyimpang dengan teori bahwa seharusnya semakin lama proses
penyimpanan pada susu maka pHnya semakin rendah atau asam. Tetapi dalam hasil
praktikum yang didapat kebalikanya yaitu susu menjadi basa. Penyimpangan-penyimpangan
diatas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperi kesalahan prosedur yang dilakukan
praktikan dan bahan yang digunakan sudah tidak layak kembali untuk dipakai.
Selama proses fermentasi terjadi penguraian laktosa susu menjadi asam laktat
menyebabkan peningkatan keasaman, namun terjadi penurunan nilai pH (Frazier,
1988).
Untuk pengamatan kadar asam laktat dari hasil perhitungan yang
diperoleh pada starter Lactobaccilus
bulgarius pada jam ke-0 didapatkan kadar asam laktat sebesar 0,027 %,
setelah 0,5 jam kadar asam laktat menurun menjadi 0,021 %, dan setelah 1 jam
kadar asam laktat meningkat menjadi 0,027 %. Pada starter ini terjadi ketidak
stabilan dalam perolehan kadar asam laktat. Selain itu kadar asam laktat
setelah 1 jam kembali lagi hasilnya seperti semula pada menit ke-0 yaitu
sebesar 0,027 %. Pada starter Streptococcus
thermophillus kadar asam laktat untuk jam ke-0
sebesar 0,045 %, setelah 0,5 jam tetap 0,045 %, dan setelah 1 jam turun menjadi
0,027 %. Sedangkan pada starter Lactobaccilus bulgarius dan
Strepcoccus thermophillus kadar asam laktat yang
didapatkan pada menit ke-0 sebesar 0,027 %, setelah 0,5 jam kadar asam laktat
turun menjadi 0,018 % dan setelah 1 jam kadar asam laktat naik menjadi 0,032 %.
Dari Hasil pengamatan kadar asam laktat tersebut data yang didapatkan tidak
konstan selain itu dari ke tiga starter kadar asam laktat yang didapatkan
berbeda-beda. Tidak konstan disini berarti terjadi penurunan dan kenaikan
secara derastis pada menit-menit tertentu. Hal ini dapat terjadi karena adanya
perbedaan bakteri asam laktat yang digunakan. Kenyataan ini sesuai dengan
pendapat Hui (1993), keasaman hasil titrasib pada yogurt tidak boleh lebih dari
0,9%. Tinggi rendahnya kadar asam laktat setiap penelitian adalah berbeda-beda.
Lampert (1975) menyatakan bahwa kecepatan terbentuknya asam laktat tergantung
pada jumlah dan macam bakteri yang mencamari susu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kosikowski (1977) bahwa tinggi rendahnya kadar asam laktat dipengaruhi
oleh kemampuan starter dalam membentuk asam laktat yang ditentukan oleh jumlah
dan jenis starter yang digunakan. rasio bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus
delbrueckii subsp. bulgaricus juga akan mempengaruhi kadar asam laktat
(Tamime et.al., 1979).
Kadar
keasaman yogurt lebih rendah daripada kadar keasaman yakult. Hal ini karena simbiosis
bakteri Streptococcus thermophillus
dan Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus akan menghasilkan kadar keasaman yang lebih tinggi daripada
cultur tunggal (Toba et. al., 1982). Semakin banyak dan semakin mampu bakteri
yang mencemari susu untuk memproduksi asam laktat, semakin tinggi asam laktat
yang terbentuk pada susu fermentasi. Keasaman yogurt hasil penelitian Kehagias
et al, (1984), dapat mencapai 1,16%. Toba et al (1982) menambahkan bahwa
keasaman susu yang difermentasi dengan bakteri asam laktat dapat meningkat
hingga 1,26%. Perbedaan hasil titrasi keasaman pada masing-masing penelitian
antara lain tergantung pada suhu inkubasi, lama inkubasi, dan jumlah starter
yang diinokulasi. Menurut Kosikowski (1977), keasaman produk fermentasi dipengaruhi
oleh kemampuan starter dalam membentuk asam laktat yang ditentukan oleh jumlah
dan jenis starter yang digunakan. Yogurt yang berkualitas baik mempunyai
kandungan asam laktat dalam jumlah yang cukup serta mempunyai tingkat keasaman
0.85 – 0.95% dan pH 4.4 – 4.5.
Dari
hasil data praktikum diatas kadar asam lemak dari urutan yang tertinggi sampai
terendah adalah untuk yang tertinggi
adalah dengan menggunakan starter LB dan ST (Lactobaccilus bulgarius dan Strepcoccus thermophillus), kemudian ST (Strepcoccus thermophillus),
dan yang terendah LB (Lactobaccilus bulgarius). Hal ini sudah sesuai dengan teori. Menurut Helferich dan Westhoff (1980), yogurt yang
menggunakan kultur starter campuran dari beberapa bakteri asam laktat akan
menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik dibandingkan dengan bentuk
kultur tunggal. Kultur starter yang umumnya digunakan dalam pembuatan yogurt
merupakan kultur campuran dari ST dan LB. Pada perhitungan kadar asam
laktat ini hasil yang didapat bahwa kadar asam laktat tidak signifikan atau
mangalami penyimpangan dimana seharusnya semakin lama waktu
inkubasi, maka semakin banyak pula NaOH yang dibutuhkan, sehingga kadar asam
laktat yang dihasilkan pun semakin meningkat. Pada tiap starter ada yang dari menit ke 0 kemudian menit ke 30 menit
mengalami penurunan, ada juga yang mengalami peningkatan, begitu pula dengan
menit ke 60 ada yang mengalami peningkatan kadar asam laktat, ada juga yang
mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan karena adanya penggojokan yang kurang
homogen setelah sampel ditambahkan dengan starter bisa juga disebkan karena
adanya kebocoran pada buret pada saat proses tritasi yang menyebabkan volume
NaOH yang ditambahkan terlalu berlebih dan menyebabkan kadar asam laktat yang
tidak signifikan dan ketidak
telitian praktikan pada saat praktikum.
Tabel 5.2 Hasil
Pengamatan Aktivitas Ragi Roti
Kelompok
|
Sampel
|
Pertambahan
Volume
|
Volume
Awal
|
Volume
Akhir
|
4
|
0’
|
0 ml
|
25 ml
|
25 ml
|
15’
|
5 ml
|
25 ml
|
30 ml
|
|
30’
|
10 ml
|
30 ml
|
40 ml
|
|
45’
|
5 ml
|
40 ml
|
45 ml
|
|
60’
|
0 ml
|
45 ml
|
45 ml
|
|
6
|
0’
|
0 ml
|
25 ml
|
25 ml
|
15’
|
5 ml
|
25 ml
|
30 ml
|
|
30’
|
3 ml
|
30 ml
|
33 ml
|
|
45’
|
2 ml
|
33 ml
|
35 ml
|
|
60’
|
1 ml
|
35 ml
|
36 ml
|
Sumber: Laporan
Sementara
Ragi
roti atau yeast adalah mikroorganisme hidup jenis khamir yang sering disebut
Saccharomyces cerevisiae, berkembang biak melalui cara membelah diri atau
budding. Yeast memfermentasikan adonan sehingga menghasilkan gas karbondioksida
yang akan mengembangkan adonan. Jika proses fermentasi terkendali dengan baik,
maka akan menghasilkan produk bakeri seperti roti dan donat yang baik, dalam
arti mempunyai volume dan tekstur yang baik serta cita rasa yang enak. Selama
proses fermentasi akan terbentuk CO2 dan ethyl alkohol. Gula-gula
sederhana seperti glukosa dan fruktosa digunakan sebagai substrat penghasil CO2.
Gas CO2 yang terbentuk menyebabkan adonan roti mengembang dan
alkohol berkontribusi dalam membentuk aroma roti. Kondisi fermentasi yang ideal
pada temperatur 30-38 °C dan kelembaban 75-80% (Anonim, 2012).
Tujuan
dari praktikum pengamatan aktivitas ragi roti adalah untuk mengetahui mikroba
pada roti. Prinsip dari praktikum aktivitas ragi roti adalah 1 gram ragi roti
dilarutkan dalam 30 ml air hangat. Selanjutnya dicampur dengan 25 gram tepung
terigu sedikit demi sedikit dalam suatu mangkuk atau gelas. Adonan dibuat
dengan cara ditekan-tekan dengan menggunakan sendok selama 5 menit. Selanjutnya
adonan dimasukan dalam gelas ukur yang sebelumnya telah dilapisi minyak.
Kemudian adonan di inkubasi pada suhu kamar selama 90 jam dan diamati
pertambahan volumenya setiap 15 menit selama 90 menit.
Berdasarkan
data pengamatan aktivitas ragi roti yang telah didapatkan untuk kelompok 4
pertambahan volume dari menit ke-0, hingga menit ke-60 adalah 0 ml, 5 ml, 10
ml, 5 ml, dan 0 ml. Untuk kelompok 6 pertambahan volume adonan dari menit ke-0
sampai menit ke-60 adalah 0 ml, 5 ml, 3 ml, 2 ml, dan 1 ml. Dari kedua hasil
data praktikum pengamtan aktivitas ragi roti tentang pertambahan volume yang
terbesar pada kelompok 4 pada menit ke-30 sebesar 10 ml dan pertambahan volume
yang paling rendah pada kelompok 4 juga yaitu sebesar 0 ml pada menit ke-60. Urutan
pertambahan volume dari yang tertinggi sampai terendah pada kelompok empat
adalah pada menit 30’, 45’, 15’, 60’, 0’. Sedangkan untuk kelompok lima urutan
pertambahan volume dari tertinggi sampai terendah adalah pada menit 15’, 30’,
45’, 60’, 0’. Dari data yang didapatkan pertambahan volume pada tiap menit
tidak konstan, kadang mengalami peningkatan dan pada menit selanjutnya
mengalami penurunan. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam proses ini antara
lain suhu, ketidaktelitian praktikan dalam praktikum, perbandingan jumlah ragi
yang tidak sesuai. Dalam pengamatan ragi roti ini termasuk fermentasi buatan
yaitu fermentasi yang sengaja dibuat oleh manusia. Dalam hasil praktikum ini
sudah sesuai dengan teori bahawa sampel mengalami pertambahan volume. Dalam
proses fermentasi, ragi mengubah gula dan karbohidrat di dalam adonan menjadi
gas karbondioksida (CO2) dan alkohol. Terbentuknya zat inilah yang
membuat adonan mengembang, membentuk pori-pori, dan beraroma harum ketika
dipanggang (Sutomo, 2007).
Mekanisme
fermentasi pada ragi roti adalah ragi menghasilkan gas karbondioksida (CO2)
selama fermentasi hal ini menyebabkan adonan berkembang. Gas ini kemudian
terperangkap dalam jaringan gluten yang menyebabkan roti bisa mengembang.
Komponen lain yang terbentuk selama proses fermentasi adalah asam dan alkohol
yang berkontribusi terhadap rasa dan aroma roti, namun alkohol akan menguap
dalam proses pemanggangan roti. Pengenalan karakteristik ragi dari berbagai
produsen tentu akan memudahkan para baker untuk mengetahui ragi yang dibutuhkan
sesuai dengan kebutuhan.
Dalam
proses fermentasi, ragi mengubah gula dan karbohidrat di dalam adonan menjadi
gas karbondioksida (CO2) dan alkohol. Terbentuknya zat inilah yang
membuat adonan mengembang, membentuk pori-pori, dan beraroma harum ketika
dipanggang. Faktor yang mempengaruhi pengembangan roti : pengadukan
(pencampuran), pengadukan membuat adonan menjadi homogen, selain itu membentuk
dan melunakkan gluten yang memungkinkan adonan menahan gas ketika proses
pengembangan (fermentasi). Pengadukan yang terlalu singkat menyebabkan adonan
lengket, tidak elastis, dan tidak lembut. Sebaliknya, pengadukan yang terlalu
lama mengakibatkan adonan berair, lengket, lunak, dan gluten kehilangan
elastisnya. Fermentasi, frementasi yang terlalu lama menyebabkab adonan over
proof (adonan menjadi lembek dan berair). Fermentasi yang terlalu singkat
menyebabkan roti keras dan berpori-pori. Waktu yang diperlukan untuk fermentasi
adalah 30 menit, fermentasi menjadi semakin lama pada suhu yang lebih dingin.
Suhu ideal untuk fermentasi roti adalah 34-35°C. suhu terlalu dingin
menyebabkan proses fermentasi berjalan lambat, sedangkan suhu terlalu panas
menyebabkan fermentasi berjalan terlalu cepat
(Sutomo,
2007).
Pembentukan
gas pada proses fermentasi sangat penting karena gas yang dihasilkan akan membentuk
struktur seperti busa, sehingga aliran panas ke dalam adonan dapat berlangsung
cepat pada saat baking. Panas yang masuk ke dalam adonan akan menyebabkan gas
dan uap air terdesak ke luar dari adonan, sementara terjadi proses gelatinisasi
pati sehingga terbentuk struktur frothy. Fermentasi adonan didasarkan pada
aktivitas-aktivitas metobolis dari khamir dan bakteri asam laktat. Aktivitas
mikroorganisme ini pada kondisi anaerob akan menghasilkan metabolit fungsional
yang penting pada pembentukkan adonan. Dengan mengendalikan parameter proses
fermentasi dan metode preparasi adonan dapat dimungkinkan mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme dan enzim untuk menghasilkan adonan roti yang
dikehendaki seperti volume, konsistensi, dan pembentukkan metabolit.
Tabel 5.3 Hasil
Pengamatan Aktivitas Ragi Tape
Kelompok
|
Sampel
|
Intensitas
Warna Biru
|
5
|
0 jam
|
+
|
0,5
jam
|
++
|
|
1 jam
|
+++
|
|
7
|
0 jam
|
+
|
0,5
jam
|
++
|
|
1 jam
|
++++
|
Sumber: Laporan
Sementara
Keterangan Intensitas
Warna:
+ : Biru ++++ :
Ungu Tua
++ : Biru tua +++++ : Hitam
+++ : Ungu
Tape merupakan makanan fermentasi tradisional
yang sudah tidak asing lagi. Tape dibuat dari beras, beras ketan, atau dari
singkong (ketela pohon). Berbeda dengan makanan-makanan fermentasi lain yang
hanya melibatkan satu mikroorganisme yang berperan utama, seperti tempe atau
minuman alkohol, pembuatan tape melibatkan banyak mikroorganisme.
Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik
yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih
sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan
sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan merubah sebagian
gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma alkoholis
pada tape. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin kuat alkoholnya. Pada
beberapa daerah, seperti Bali dan Sumatera Utara, cairan yang terbentuk dari
pembuatan tape tersebut diambil dan diminum sebagai minuman beralkohol.
Praktikum
pengamatan aktivitas ragi tape ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ragi
tape dalam bahan. Prinsip dari praktikum ini adalah 50 ml bubur tepung beras
encer dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml, ditambahkan masing-masing 2 gr
ragi tape yang telah dihancurkan. Dibuat masing-masing pengamatan jam ke-0, 0,5
dan 1. Setelah diuaduk rata, dilakukan inkubasi di dalam inkubator suhu 30oC/suhu
ruang selama 60 menit. Dan pada menit ke-0, 30 dan 60 disampling dan ditambah 1
tetes larutan iod. Diamati intensitas warna biru yang terbentuk. Berdasarkan
hasil data pengamatan aktivitas ragi tape untuk kelompok 5 pada menit ke-0
intensitas warna yang terbentuk adalah biru, setelah 0,5 jam intensitas
warnanya menjadi biru tua, dan setelah 1 jam warnanya menjadi ungu. Untuk
kelompok 7 dengan perlakuan yang sama pada menit ke-0 intensitas warna yang
terbentuk adalah biru setelah 0,5 jam intensitas warnanya menjadi biru tua dan
setelah 1 jam menjadi ungu tua. Dari kedua kelompok tersebut ternyata untuk
hasil akhir terbentuknya intensitas warna berbeda untuk kelompok 5 hasil
akhirnya menjadi warna ungu sedangkan untuk kelompok 7 intensitas warna yang
terbentuk adalah ungu tua. Hal yang membedakan hasil warna yang didapatkan dari
kedua kelompok tersebut adalah perlakuan
dari praktikan yang tidak sama sehingga ada beberapa bahan yang terlalu banyak
atau terlalu sedikit. Hal ini dapat mempengaruhi warna yang terbentuk. Hasil
dari praktikum tersebut sudah sesuai dengan teori. Warna ungu pada percobaan
ini menunjukkan adanya kandungan alkohol pada tape tersebut. Semakin pekat atau
hitam warna yang dihasilkan maka kandungan alkohol yang dihasilkan semakin
besar pula. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat
juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Disini terdapat perubahan dari glukosa menjadi
alkohol yang terdapat dalam tape.
Fermentasi dibedakan menjadi 2 yaitu spontan dan tidak spontan
hanya dipengaruhi adanya kesengajaan atau tidak pada penambahan starter dalam
adonan. Secara umum fermentasi tidak spontan terjadi dengan penambahan ragi roti,
tape, yogurt. Fermentasi dipengaruhi oleh faktor aktovitas starter, banyak
sedikitnya jumlah starter yang ditambahkan, pH, suhu. Mikroba umum tumbuh pada
kisaran pH 6-8, hanya saja seperti khamir dan bakteri asam laktat tumbuh baik
pada kisaran pH 3-6. Dalam praktikum ini termasuk fermentasi tidak sepontan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar